Selasa, 01 Maret 2011

Ijinkan saya bertanya

Ini sebuah artikel yang ditulis oleh Sheikh Maulana Mas'ud Azhar, salah seorang tokoh jihad dan mujahidin dari Tanah Hindustan. Beliau pernah menyerta jihad di Afghan pada medio 1980, kemudian kembali ke negerinya, dan terlibat secara aktif dalam berdakwah, membina pemuda, dan mengorganisasi jihad fi sabilillah, khususnya di Tanah Kashmir. Beliau dikenal sebagai orator yang cerdas, penulis, dan pejuang yang tabah. Sempat dipenjara beberapa waktu oleh militer India.

Tulisan Beliau ini disadur dan diterjemahkan dari situs Islamicawakening.com, dengan judul "I Have A Question".

Semoga bermanfaat


Ijinkan saya bertanya

Ditulis oleh: Maulana Mas'ud Azhar


Di sebuah masjid. Sebuah khutbah yang menggugah hati tengah disampaikan. Khutbah ini mengalir begitu lancar, kuat, dan tajam. Para jamaah mendengarkan dengan tekun dan khusyu. Sang khatib berbicara dengan bahasa yang luwes, kadang ia mengutip ayat Al Quran dengan fasih dan merdu, di kali yang lain ia membacakan hadits nabi yang menelisik menembus kalbu para pendengarnya.



Kadang pembicaraan berbelok mendiskusikan masalah politik dan perkembangan terkini; pemilu distrik dan perkembangan dakwah parlemen. Kadang ceramah menukik menceritakan kisah gemilang teladan masa Shahabat Ridwanullahu 'alaihim. Syair urdu dan persia ikut melengkapi kisah sehingga membuat ceramahnya begitu berkesan. Kini sang maulana yang tengah berkhutbah menjadi semakin emosional. Kata-katanya bergetar dan memenuhi ruangan masjid, menyusup ke dalam relung kalbu para jamaah yang semakin khusyu dan tekun menyimak. Menggetarkan.



Orang-orang yang mendengarkan khutbah begitu membludak hingga masjid besar nan mewah itu tak dapat menampung jamaah. Orang-orang saling berdesak terutama di sekeliling mihrab. Semuanya hening, tidak ada yang berbicara. Semuanya berkonsentrasi menyimak kata-kata khutbah yang sangat menyentuh itu. Kadang suasana hening dipecahkan dengan teriakan slogan "Takbir!"…. Allahu Akbar!". Lalu diikuti dengan teriakan, "Bi Ruh bid Dam Nafdika Ya Islam!". Para pendengar yang tengah khusyu sontak ikut bertakbir dan meneriakkan slogan. Ini memberi kesempatan pada sang maulana untuk rehat sejenak. Kemudian kembali kata-katanya menggelegar menggetarkan masjid dan jamaahnya. Setiap orang berdoa agar ceramah ini dapat berlangsung terus sepanjang hari dan agar Allah memberi kekuatan kepada sang maulana yang tengah berkhutbah itu.



Tiba-tiba khutbah berhenti. Orang yang berkumpul bergumam dan berbicara. Orang-orang memusatkan perhatiannya kepada sang maulana dan menunggu khutbah selanjutnya. Hanya Allah yang mengetahui doa apa yang dipanjatkan sang maulana selama jeda yang tidak lama itu, karena setelah jeda itu ia kembali berkhutbah dan khutbahnya semakin bernas. Topiknya kini adalah tentang Syumuliyah (komprehensivitas) Din Islam. Ia menyampaikan kata-katanya dengan gaya yang khas,

"Jamaah sekalian yang dirahmati Allah, saya menyatakan dengan penuh keyakinan dan iman dan pernyataan saya ini jelas dan terang sejelas sinar matahari. Saya menyatakan bahwa Din Islam ini adalah ajaran yang lengkap dan komprehensif. Segala hal, baik itu mengenai urusan dunia maupun urusan akhirat, Islam memiliki solusinya. Dunia mungkin berubah, sikap masyarakat bisa berubah, budaya bisa berubah, tetapi Din kita ini memiliki solusi yang dapat menjawab tantangan setiap setiap era, setiap kebutuhan, setiap kelas masyarakat, dan juga solusi terbaik atas setiap budaya. Apakah itu masalah yang terkait dengan ibadah, atau pranata sosial, atau problem ekonomi, atau peradaban; Islam memiliki paradigma yang tetap. Apakah kita berjalan di atas angkasa atau menyelam ke dalam bumi sekalipun, kita akan temukan petunjuk Islam. Jika ada di antara anda sekalian yang masih memiliki keraguan, maka silakan ia menyampaikan pertanyaan dalam sesi diskusi setelah khutbah saya ini".



Dua sesi khutbah hari itu telah berlalu tetapi sedikitpun tidak tampak rasa lelah atau jemu di wajah para jamaah. Sang maulana mengakhiri khutbahnya dan mengumumkan, siapa yang ingin meninggalkan tempat dipersilakan, sementara panitia masjid tengah mempersiapkan sesi diskusi dalam suasana yang lebih informal. Tetapi tampaknya tidak ada seorangpun yang ingin pergi. Semua menunggu sesi diskusi dimulai.



Sesi diskusi pun dimulai. Kini sang maulana sudah turun dari mimbar dan ikut duduk bersila di tengah-tengah kumpulan massa. Seseorang berdiri dan berkata, "Islam telah menetapkan berbagai aturan yang dapat dilaksanakan oleh orang yang normal. Tapi bagaimana keadaannya untuk orang yang sakit seperti saya? Saya memiliki penyakit, hidung saya selalu mengeluarkan darah, sehingga saya tidak bisa menyempurnakan wudlu. Kadang terjadi darah mengalir dan mengotori baju saya, sehingga tidak pernah saya shalat melainkan pasti baju saya terkena najis dari darah saya. Saya merasa malu melaksanakan shalat dalam keadaan kotor seperti itu di hadapan Allah Rabbul 'alamin. Karena itu saya akhir-akhir ini sering tidak melaksanakan shalat. Bagaimana hukum syariat terhadap saya ini?"



Sang maulana mengusap janggutnya yang hampir memutih itu, lalu berkata dengan intonasi yang kuat, "Anda tetap tidak boleh meninggalkan shalat. Anda harus berwudlu dan melaksanakan shalat dan Allah memaafkan anda. Darah yang mengalir itu tidak membatalkan wudlu dan shalat anda".



Seorang yang lain berdiri dan berkata, "Saya ingin bertanya tentang isteri saya dan masalah haidhnya. Tapi saya merasa malu, sehingga saya ragu untuk bertanya". Sang pengkhutbah menjawab, "Anda tidak perlu malu bertanya masalah agama. Sungguh, syariah kita telah menetapkan aturan yang mendetail mengenai 'darah wanita'". Kemudian sang maulana meneruskan dengan menerangkan permasalahan yang ditanyakan tersebut dengan detail.



Sesi diskusi berlanjut dan setiap orang menikmatinya. Suasananya berlangsung hangat dan akrab. Sang maulana menjawab setiap pertanyaan dengan dalil dan hujjah yang kuat, sehingga memuaskan setiap orang. Para jamaah semakin menaruh kepercayaan kepadanya.



Tiba-tiba seseorang berdiri dari satu sudut masjid. Penampilannya kurus, di wajahnya terlihat jelas rona kekecewaan. Wajahnya dan bajunya lusuh kusut masai. Sebagian bajunya sobek-sobek. Umurnya sekitar 20 hingga 30. Kendati wajahnya terlihat lelah, orang-orang dapat merasakan nur memancar dari wajah pemuda lusuh ini. Pemuda ini berdiri dan berjalan mendekat. Kumpulan orang seperti tersibak. Terdengar gumam ketidaksetujuan beberapa jamaah terhadap anak muda lusuh ini. Sang pemuda kemudian berkata, "Tuan yang terhormat, apakah anda juga memiliki jawaban atas pertanyaan saya?". Suaranya lirih, tetapi mengandung kekuatan. Anak muda itu mengatakannya dengan bibir bergetar, sementara matanya mulai berkaca-kaca. Seketika ruang masjid yang besar itu menjadi hening.



Sang maulana memandang lurus ke arah anak muda itu. Ia dapat melihat selarik air mata mulai jatuh membelah wajah anak muda itu. Sang maulana kemudian tersenyum berusaha menenangkan. Ia lalu berkata, "Sampaikan pertanyaan Anda. Din kita memiliki solusi atas setiap masalah, insya Allah. Agama kita akan menolong setiap orang yang dalam kesusahan dan masalah. Alhamdulillah. Din kita pasti memberikan jalan keluar dari setiap bencana. Sampaikan pertanyaan anda, dan jangan takut".



Anak muda itu diam sejenak dan menenangkan dirinya. Kemudian ia berkata, "Saya akan memperkenalkan diri saya, sehingga anda semua dapat lebih mudah memahami permasalah saya ini. Saya datang dari sebuah lembah yang indah bernama Kashmir. Pertanyaan yang saya sampaikan tidaklah menyangkut persoalan pribadi. Saya berdiri di sini mewakili ummah. Akankah anda mengijinkan saya untuk berkata?"



Sang maulana menjawab dengan nada yang ramah dan hangat, "Ya, tentu! Anda juga memiliki hak untuk bicara. Bahkan kami layak menghormati anda karena anda adalah tamu kami".



Anak muda itu telah siap menyampaikan kata-katanya, tetapi air mata telah deras membasahi wajahnya. Ia berkata dengan suara bergetar, "Maulana yang saya hormati, dan saudara-saudara saya warga pakistan. Jangan kalian salah menyangka saya seorang pengemis karena penampilan saya. Saya berdiri di tengah anda semua, untuk menyampaikan permasalahan yang menyangkut diri saya dan kalian semuanya. Saya memohon agar anda dapat mendengar dengan khidmat, karena situasi yang sama bisa anda alami. Dan jangan menyangka kabar yang saya sampaikan sekedar kisah menjelang tidur. Sesungguhnya saya menyampaikan kebenaran.



Wahai Ulama! Pernyataan anda bahwa Din kita memiliki jawaban dan solusi atas setiap masalah telah mendorong saya untuk menyampaikan beberapa pertanyaan. Sebelum saya menyampaikan topik utama, saya ingin mengajukan beberapa pertanyaan lebih dulu. Saya berharap anda dapat menjawab secara jujur dan terbuka. Pertanyaan pertama saya adalah tentang kata 'Jihad' yang telah disebutkan begitu banyak dalan Quran dan hadits. Apa artinya?".



Sang maulana menjawab langsung, "Jihad berasal dari kata Juhd, yang artinya bersungguh-sungguh. Maka siapa saja yang bersungguh-sungguh dalam Din masuk dalam kategori jihad. Apakah seseorang berdakwah, atau berparlemen, atau mengajarkan agama, atau menulis topik yang penting, atau menyampaikan khutbah. Semua masuk dalam kategori jihad".



Pemuda Kashmir itu kemudian berkata dengan suara yang kuat, "Wahai Tuan! Saya tidak bertanya tentang makna literal dari jihad atau dalam konteks umum. Tetapi saya bertanya tentang pengertian syar'i dari jihad. Saya bertanya tentang Jihad Fi Sabilillah, jihad yang juga diartikan dengan Qital (berperang). Saya bertanya tentang jihad yang membuat orang yang melakukannya pantas disebut Mujahid. Saya bertanya tentang jihad, yang ketika perintah ini diumumkan di jalan-jalan Madinah, para Shahabat Radliallahu'anhum segera bergegas mempersiapkan diri mereka dengan senjata dan berangkat ke medan perang. Saya bertanya tentang jihad, di mana Allah telah memerintahkan dalam salah satu ayat Quran agar Nabi mendesak orang-orang mu'min menunaikannya. Saya bertanya tentang jihad, yang hanya kepada orang yang melakukannya Allah menjanjikan satu dari dua kemenangan, syahadah, atau menang dan ghanimah.



Jihad yang saya maksudkan, adalah jihad yang tercantum dalam banyak kitab hadits shahih yang masyur. Imam Bukhari Rahimahullah mencantumkan tidak kurang dalam 241 bab berisi sekian banyak ahaadits dalam judul Jihad. Yang saya tanyakan adalah jihad, di mana Imam Muslim Rahmatullah menuliskan dalam kitab shahihnya lebih dari 100 bab di bawah judul Jihad, Imam Abu Daud mencantumkan 11 bab tentang keutamaan Jihad, Imam An Nasaa'i menulis 48 bab dalam kitabnya untuk dijadikan hujjah dan dalil wajibnya menunaikan jihad. Dan Imam Ibnu Majah menyebutkan tidak kurang dari 46 bab mengenai hal ini dalam sunannya.



Wahai Ulama! Jihad yang telah disebutkan dalam begitu banyak kitab yang ditulis oleh ulama-ulama besar muhadditsin ini, umumnya berisi seputar persenjataan, syuhada, membunuh dan terbunuh, kuda perang, panah dan melontar, intelijen, keutamaan para pejuang dan penempur, ribath dan berjaga-jaga, keutamaan terluka di Jalan Allah. Saya tidak mendapati apa-apa yang anda sebutkan, masuk dalam kategori jihad seperti yang dituliskan para ulama muhadditsin ini dalam kitab-kitab shahih mereka.



Saya bertanya kepada anda tentang jihad yang dengan itu Islam jadi mulia, jihad yang dengan itu Allah memisahkan mu'min shodiqun dengan munafiq, jihad yang dengan itu muslim diperintahkan memerangi negara kuffar dan membolehkan kita menebarkan teror ke wilayah orang-orang kafir, jihad yang dengan itu khilafah akan dapat tegak berdiri. Saya bertanya tentang jihad yang dengannya seluruh fitnah akan dihapuskan. Saya bertanya tentang jihad, yang dengannya Nabi kita shallallahu'alaihi wa salam dan para shahabatnya turut menyerta, jihad yang dengannya para malaikat turun dari langit, jihad yang dengannya disebutkan Huur al 'ain (bidadari Surga bermata jeli).



Saya mendengar bahwa Nabi menyertai Jihad ini tidak kurang dari 27 kali dan mengirimkan banyak ekspedisi terkait dengannya. Saya bertanya tentang jihad yang membuat Hazrat Kaab bin Malik Radliallahu'anhu harus diasingkan oleh para Shahabat lain karena lalai tidak menyertainya.



Saya bertanya tentang jihad yang berbicara tentang ribath, berbicara tentang kuda-kuda yang dipacu untuk mendobrak barikade musuh sehingga Allah Tertawa, darah yang mengalir dan darah itu menjadi harum mewangi, Jihad di mana "Mu'min membeli Jannah dengan diri dan hartanya…"



Kata-kata pemuda Kashmir itu menggema jelas, memenuhi ruangan masjid. Setiap orang menjadi takjub mendengarnya. Pemuda Kashmir itu melanjutkan, "Wahai Tuan! Saya bertanya tentang Jihad yang setiap bangsa dan ummat pasti akan dihinakan jika mereka melalaikannya. Saya bertanya tentang jihad yang disebutkan sebagai 'Dzarwatus Sanam' – puncak-puncak ketinggian dan perlindungan Din Islam".



Sejenak pemuda Kashmir tadi menghentikan kata-katanya. Seluruh ruangan masjid menjadi hening. Kini pandangan seluruh jamaah beralih menuju sang maulana yang duduk terdiam. Kepalanya menunduk dalam. Wajahnya tertangkup di antara kedua tangannya. Lama ia terdiam. Masjid jadi semakin hening. Kemudian sembari menarik nafas panjang ia mengangkat kepalanya dan menghadapkan wajahnya ke arah pemuda Kashmir, "Wahai Teman, anda telah berkata benar. Pengertian syar'i dari jihad adalah berperang, bertempur di Jalan Allah. Demikian pula ini menjadi pengertian sebagaimana yang dituliskan jumhur fuqoha dalam kitab-kitab fiqh mereka. Orang-orang kafir harus diajak memeluk Islam. Jika mereka menolak dakwah dan menolak membayar jizyah, maka mereka harus diperangi. Ini masuk dalam kategori Jihad fatah wa talab, jihad Ofensif. Bertempur dan berperang adalah bagian mayoritas dari makna sebenarnya dalam istilah Jihad Fi Sabilillah. Dan kenyataannya, seseorang Mujahid hanyalah mereka yang bertempur di medan perang untuk mempertahankan Islam.



Wahai teman! Jihad adalah salah satu kewajiban dalam Islam dan ia adalah salah satu kewajiban paling mulia. Orang yang mati karena menunaikannya boleh menyandang gelar Syuhada dan siapa saja yang dapat kembali pulang dalam keadaan hidup dipanggil dengan sebutan Ghazi. Jihad adalah satu-satunya jalan untuk meninggikan dan menegakkan kemuliaan Islam. Makna sesungguhnya jihad adalah mempersiapkan segala perlengkapan militer dan kekuatan senjata, lalu berangkat ke medan perang untuk menghancurkan kekuatan musuh-musuh Islam. Debu-debu dari medan jihad fi sabilillah yang menempel pada tubuh seseorang, maka Allah SWT haramkan api neraka menyentuh tubuh itu.



Wahai anak saudaraku! Apa yang engkau nukil bahwa para ulama muhadditsin mengartikan jihad dalam konteks berperang, juga sepenuhnya benar!"



Kini seluruh jamaah masjid jadi bertambah semakin hening. Kesemuanya tenggelam dalam pikiran yang dalam, dan merasakan sesuatu berkecamuk dalam pikiran dan qolbu mereka setelah menyimak untaian kata-kata jawaban dari sang maulana pengkhutbah. Baru kali ini rasanya mereka mendengar bahwa menantang musuh Islam dalam pertempuran adalah juga satu kewajiban, sama seperti kewajiban yang lain seperti shalat dan shoum; adalah juga satu bagian ibadah, sama seperti ibadah yang lain seperti berdakwah dan berhajji.



Sekilas rona puas menyaput di wajah sang pemuda Kashmir. Kemudian ia berkata, "Wahai maulana yang saya hormati! Saya sungguh berterima kasih kepada anda karena telah menyampaikan pengertian yang benar tentang jihad, sebagaimana yang dipahami, ditulis, maupun dibuktikan lewat teladan nyata amal mulia oleh para pendahulu kita kalangan Salafush Sholeh. Pertanyaan kedua saya, apakah kedudukan syariat atas Jihad itu? Apakah fardlu, wajib, sunnah, atau mustahab? Apakah ia satu amal yang penting atau tidak?"



Sang maulana berkata, "Syariat menetapkan ada dua pembagian Jihad. Jihad Tholab dan Jihad Difaa'. Jihad Tholab atau jihad ofensif, adalah setiap muslim wajib berdakwah kepada orang kafir untuk mengajak mereka memeluk Islam. Jika mereka menolak, maka mereka harus membayar jizyah. Jika mereka menolak juga, maka perang harus dilancarkan kepada mereka. Alasannya, adalah satu hal yang tidak mungkin, seorang kafir, seorang yang memberontak melawan kuasa Allah dan menolak Islam dapat bebas memerintah dan berkuasa di atas Bumi milik Allah. Jihad ini dilakukan umumnya bersama-sama dengan Sulthan. Jihad jenis ini hukumnya fardlu kifayah; jika ada sekelompok ummat telah menunaikannya, maka hal itu mewakili seluruh ummah.



Yang kedua adalah Jihad Difaa' atau jihad defensif. Jika orang-orang kafir telah menyerang dan memasuki negeri Islam, maka hukumnya fardlu 'ain atas seluruh penduduk negeri itu untuk menunaikan jihad hingga musuh dapat dihancurkan dan diusir keluar dari wilayah Islam. Jika umat Islam di sana tidak mencukupi, maka kewajiban fardlu 'ain tersebut meluas ke wilayah atau negeri sekitarnya. Dan jika mereka juga tidak mencukupi, entah karena mereka lemah, atau karena mereka enggan, maka fardlu 'ain meluas ke wilayah-wilayah selanjutnya dalam pola radius, hingga Jihad menjadi Fardlu 'Ain atas seluruh Ummat Islam dari belahan timur hingga ujung barat bumi ini. Jihad dikatakan fardlu 'ain, artinya wajib hukumnya atas setiap pribadi muslim. Ketika ia menjadi fardlu 'ain, maka tidak diperlukan ijin dari orang tua atau wali atau penjamin atau saran siapapun. Jihad menjadi fardlu 'ain ketika orang kafir memasuki dan menguasai sejengkal saja Bumi Islam, atau mereka melarang disebarkannya Da'wah, atau mereka menangkap atau memenjarakan satu saja orang muslim, atau ketika dua pasukan telah saling berhadapan di medan perang. Dan selamanya menjadi fardlu 'ain, sampai seluruh Bumi Islam dapat kembali dibebaskan, atau sampai Da'wah dapat kembali ditegakkan, atau sampai orang terakhir yang ditawan dapat diselamatkan. Jihad menjadi fardlu 'ain dalam kondisi-kondisi di atas. Hukum fardlu 'ain, barangsiapa melalaikannya, maka ia menjadi Fasiq (berdosa besar)".



Pemuda Kashmir itu berkata, "Wahai maulana yang saya hormati! Pertanyaan penting yang lain, apakah berperang di Jalan Allah itu satu kewajiban yang berlaku hanya untuk masa Rasulullah, atau ia berlaku juga atas seluruh muslim hingga ditegakkannya Hari Qiyamat? Saya juga ingin meminta penjelasan dari anda, apakah pertolongan Allah dan kekuatanNya yang menyertai para pejuang, akan berlaku sepanjang masa, atau berlaku untuk masa tertentu? Juga ayat Quran yang artinya, "Jika kalian tidak berangkat berjihad Allah akan menimpakan bencana kepada kalian". Juga hadits yang berbunyi kurang lebih; "Jika kalian telah menggandrungi dunia ini dan takut kepada kematian di Jalan Allah, maka bangsa-bangsa akan mengepung kalian seperti hewan buas mengelilingi seonggok daging di atas meja". Juga hadits lain yang menegaskan, "Jika kalian melalaikan Jihad, kalian akan ditimpa kehinaan". Semua pernyataan itu, apakah berlaku untuk satu era tertentu, atau ia berlaku sepanjang masa?"



Sang maulana menjawab, "Wahai sahabat muda! Jihad fi Sabilillah adalah salah satu kewajiban Islam. Bahkan seluruh kewajiban mendapat perlindungan melalui Jihad. Kewajiban ini berlaku sampai Hari Qiyamat. Nabi shallallahu'alaihi wa salam telah menetapkan, "Jihad akan terus berlangsung sampai Hari Qiyamat". Nabi juga menyatakan, "Akan senantiasa ada satu thoifah dari kalangan umatku yang berperang di atas Al Haq, … hingga tibanya Hari Qiyamat". Kita mendapati dari hadits-hadits yang berbicara tentang Thoifah Manshurah, bahwa ciri utama thoifah yang mendapatkan pertolongan Allah ini, bahwa mereka adalah thoifah yang berperang menantang kekuatan kuffar. Keberadaan mereka akan berlangsung sampai Hari Qiyamat. Pertolongan Allah akan selalu menyertai para Mujahid. Kapan saja para mujahid berangkat ke medan perang, ia tidak akan sendirian. Kuasa Allah akan menyertainya, apakah mujahid itu dalam keadaan kuat atau lemah, dalam keadaan banyak atau sedikit, dalam keadaan memiliki perlengkapan atau tidak. Allah Rabbul 'alamin akan berdiri menyertainya manakala ia berdiri menantang musuh kafir dengan hati dan niat yang tulus.



Wahai anak muda! Hadits-hadits yang anda sebutkan tadi, juga ayat Quran yang anda bacakan, kesemuanya benar. Allah memerintahkan kita berjihad, dan perintah itu tetap hingga Hari Qiyamat. Dari sini kita melihat, mengapa para ulama muhadditsin, juga para ulama fuqoha, dari kalangan Salafush Sholeh, belum pernah, bahkan tidak pernah, menulis atau mengabarkan bahwa kewajiban Jihad telah dicabut. Tetapi kemudian tentu, kaum penjajah, seperti Inggris, merancang berbagai makar, mengatasnamakan Nabi Shallallahu'alaihi wa salam yang mulia, untuk membiaskan, memudarkan, bahkan menghilangkan pemahaman yang benar tentang Jihad dari fikrah Umat Islam. Mereka mengkampanyekan bahwa Din Islam adalah agama perdamaian, Din Salaam. Dan ummat Islam adalah umat pencinta damai. Mereka mengkampanyekan, 'apa yang didapat orang muslim dengan berjihad? – selain kematian, kehilangan orang-orang dicinta, penderitaan, juga cap buruk bahwa kita umat teroris, bahwa Din ini disebarkan dengan paksaan, bahwa Nabi memegang Kitab dan Pedang, bahwa umat ini kelompok manusia yang haus darah… Ini semua mereka lakukan, sehingga kita menjadi lalai, dan kita melupakan kewajiban agama yang sangat penting ini, melupakan ibadah syar'i ini. Lalu pada saatnya, penjajah kafir itu dapat menumpas kita dengan mudah. Maka penjajah Inggris mendorong munculnya dajjal-dajjal – nabi palsu, seperti Mirza Qodiyani ini, yang mengumumkan bahwa kewajiban jihad telah dibatalkan".



Sang maulana terdiam setelah untaian kata-kata jawabannya selesai. Bersamaan dengan itu, ia telah menambahkan beberapa poin-poin baru dalam pemahaman para jamaahnya:



Berperang di Jalan Allah, Jihad Fi Sabilillah adalah salah satu kewajiban Islam, sama seperti kewajiban yang lain semisal shalat, shoum, zakat, hajji, berdakwah.

Kewajiban Jihad ini berlaku hingga Hari Qiyamat

Jika Ummat Islam melalaikan kewajiban Jihad, Allah SWT pasti akan menimpakan kehinaan atas mereka

Seseorang yang menolak atau membelokkan pengertian Jihad dalam konsep ini, maka ia menyelisihi pemahaman kalangan Salafush Sholeh. Lalu jika ia tidak memahami Islam seperti yang dipahami Salafush Sholeh, apakah masih bisa ia disebut seorang muslim?

Kaum kafir penjajah, seperti Inggris, menebarkan ghozwul fikr, salah satu caranya dengan menggunakan 'agen-agen' dari kalangan umat Islam sendiri, yang mengkampanyekan pemahaman yang menyelisihi dari pemahaman Salafush Sholeh. Contohnya nabi palsu Mirza Qodiyani yang mengumumkan kewajiban Jihad telah dicabut.



Sekali lagi, suara pemuda Kashmir memecahkan keheningan, "Beberapa hari telah berlalu semenjak saya meninggalkan Kashmir dan sampai di sini. Anda semua pasti telah mengetahui, bahwa Lembah Kashmir adalah kampung halaman dari ummat Islam. Kini, lembah nan subur itu telah berubah menjadi parit-parit api. Rakyat muslim Kashmir tengah berupaya untuk dimusnahkan, hanya karena mereka menjadi muslim. Serigala-serigala Hindu haus darah berkeliaran mencari mangsa dengan bebasnya. Sekolah-sekolah dibakar, dan anak-anak kami yang tak berdosa dicampakkan hidup-hidup ke tengah kobaran api. Masjid dan madrasah dihancurkan sementara jamaah dan santrinya dikurung di dalamnya.



Wahai maulana yang saya hormati! Kejahatan terbesar yang berlaku di lembah Kashmir adalah memeluk Din Islam. Dosa terbesar adalah jika anda terbukti seorang muslim. Para muslimah, saudari kita seiman, banyak yang menjadi janda. Tak sedikit kanak-kanak telah menjadi yatim.



Tuan yang terhormat! Penindasan yang terjadi di Kashmir telah sedemikian kejam dan bengis, hingga langit terguncang. Anda mungkin tidak akan percaya hal-hal buruk seperti ini terjadi di masa ini…. Yang mereka sukai, di antaranya adalah menghujamkan pipa besi ke arah kemaluan saudari muslimah kita – seperti yang dilakukan nenek moyang mereka dulu kepada Bunda Sumayyah, kemudian menembak kepalanya. Gadis-gadis terhormat diperkosa secara brutal sebelum dibantai.



Dalam situasi yang sangat kritis ini, kami, saudara seiman anda di Kashmir, telah melakukan segala hal yang kami bisa, kami korbankan segalanya yang kami punya, hingga anak-anak terakhir kami, hingga nyawa-nyawa terakhir kami, untuk membela Islam dan meninggikan panjiNya. Bahkan kaum perempuan kami ikut terjun berhadapan dengan orang kafir di medan tempur. Tuan, kami berperang untuk membela Islam dan melindungi Quran. Kami memahami musuh yang datang menyerang ini, mempersiapkan diri dengan persenjataan lengkap, kekuatan, teknologi, dan strategi. Dan mereka datang dengan membawa dendam membara yang dipendam berabad-abad yang lalu. Mereka datang ke lembah Kashmir, untuk menghapuskan Islam dan Ummatnya selama-lamanya dari lembah Kashmir.



Kami dalam keadaan lemah, tidak terlatih dan berpengalaman, serta tidak memiliki perlengkapan. Kami menghadapi medan pertempuran hanya menyandarkan diri kepada Allah Rabbul 'Alamin. Kami berpikir, seandainya semenjak awal kami diajarkan tentang kewajiban Jihad, hukumnya, serta persiapannya, sebagaimana Quran memerintahkan, niscaya kami, insya Allah, dapat mengimbangi kekuatan musuh dan memberi mereka pukulan telak. Selama ini yang diajarkan kepada kami, segala hal yang sifatnya baik, dan indah. Kita diajarkan tentang keutamaan dan fadlilah serta hukum dari wudlu, thaharoh, hajji, zakat, dll. Kita diajarkan tentang adab dan keutamaan menghormati yang tua dan mengayomi yang muda. Tapi kita tidak pernah diajarkan secara terbuka bagaimana hukum Islam yang sebenarnya ketika berurusan dengan musuh kuffar. Ternyata selama ini, ada yang tersembunyikan, yang belum diajarkan dengan benar, dari pemahaman para pendahulu kita kalangan Salafush Sholeh. Tidak semua ajaran mereka sampai kepada kita dengan semestinya, seperti yang mereka pahami dan mereka amalkan. Kita kemudian jadi terbiasa, dan tidak merasa malu atau berdosa, jika kita bersikap enggan atau jadi pengecut. Sementara kalangan Salaf memandang kepengecutan dan sikap tidak perduli, sebagai salah satu dosa besar.



Baru sekarang kami tahu, ternyata Nabi kita yang sangat santun itu, mendapat perintah dari Allah untuk berperang, dan mendesak umat Islam pengikutnya untuk berperang. Nabi kita memerintahkan umatnya untuk bertempur, dan Beliau sendiri ikut serta bertempur.



Inilah, mengapa orang-orang di Jaman mereka mampu meraih kemuliaan dan izzah. Mereka hidup dalam keadaan damai dan terhormat, tetapi kita tidak diberitahu tentang bagaimana mereka meraih kondisi terhormat itu. Seakan ayat Quran, dan warisan Nabi tentang hal ini baru kita dengar sekarang. Maka hari-hari ini, kita mempersaksikan penindasan musuh menimpa kita, padahal kita tidak menuntut kecuali yang menjadi hak kita. Kita mempersaksikan kehormatan muslimah saudara kita diperhinakan di depan mata kita. Sementara kita semua hanya bisa diam.



Tuan, anda mungkin tidak percaya, tetapi saudari muslimah kita ditelanjangi dengan paksa di depan mata saudaranya. Seorang ibu diperkosa di hadapan anak-anaknya, dan isteri diperkosa di depan suaminya.



Maulana yang terhormat! Seandainya saja semenjak awal kita diajarkan untuk bersiap, memahami hakikat pertempuran, dilatih menggunakan peralatan militer… seandainya saja semenjak awal kita diberitahu bahwa berlatih bertempur itu adalah salah satu kewajiban agama… jika memang ini merupakan salah satu kewajiban agama yang sangat penting, lantas mengapa seakan seluruh hal yang terkait dengan jihad ini disembunyikan dari kita, kalaupun diajarkan, umumnya dibiaskan dan dibelokkan pengertiannya, tidak seperti yang dipahami pendahulu kita Salafush Sholeh. Kini kita semua menanggung akibatnya karena melalaikan kewajiban ini.



Alhamdulillah, kini kami telah memulai Jihad fi Sabilillah, meskipun tidak memiliki senjata atau pengalaman. Kami menyandarkan diri kepada Allah. Juga kami menyandarkan diri kepada keyakinan, bahwa kami muslim, dan kami meyakini ikatan ukhuwah. Kami memiliki saudara di seluruh penjuru dunia yang jumlahnya lebih dari satu miliar. Kami meyakini saudara kami seiman tidak akan tinggal diam. Bukankah kita pemeluk Din yang sama seperti yang dipeluk oleh Komander Muhammad bin Qasim. Sementara Beliau Rahmatullah telah memimpin langsung satu armada yang dikerahkan dari Hijaz menuju Kabul hanya karena mendengar teriakan minta tolong seorang gadis muslimah. Bukankah kita pemeluk din yang sama seperti yang dipeluk Sulthan Al Mu'tasim, yang mengerahkan bala tentara besar untuk membebaskan hanya satu muslimah yang ditawan orang-orang Banu Asfar. Bukankah kita pengikut millah yang sama seperti millah Komander Thoriq bin Ziyad, yang telah mencatat penaklukan bersejarah di pantai Andalus untuk membawa keadilan bagi seorang perempuan kristen yang meminta pertolongan. Kita juga pemeluk din yang sama yang dipeluk Mahmud Ghaznawi dan Ahmad Shah Abdal, yang telah memimpin pasukan Islam dari Tanah Khurasan Afghanistan hingga memasuki India.



Kami menyakini sepenuhnya, atas dasar ikatan ukhuwah yang suci ini, bahwa jika tangis pilu dan rintih meminta pertolongan dari para bunda kita dan para saudari muslimah kita bergema dari celah-celah bukit Kashmir, maka para pemuda dan putra-putra Islam terbaik yang ada di Pakistan akan menjadi resah hatinya. Kami meyakini, tentu mereka akan terguncang dan marah jika mendengar adik-adik kecil mereka di Kashmir, yang dilemparkan dengan bengis ke tengah kobaran api.



Wahai maulana! Para bunda kami senantiasa menghibur anak-anaknya, ketika malam telah larut dan suasana mencekam karena penindasan; jangan bersedih dan jangan berputus asa. Malam kelam penindasan ini akan segera berakhir, insya Allah. Kalian akan lihat, bersama dengan terbitnya fajar di ufuk timur esok hari, seorang alim dari ummah ini, pengikut setia dari Nabi shallallahu’alaihi wa salam, seorang pemuda robbani dalam wujud Panglima Sholahuddin, memimpin sepuluh ribu tentara terbaik dari kaum yang sholeh, akan datang untuk membebaskan kita, menyingkirkan keterhinaan, dan mengembalikan kehormatan dan izzah kita.



Tuan, saya datang membawa pesan yang sama untuk seluruh saudara saya seiman, kaum muslim Pakistan. Saya ketuk pintu setiap orang, saya memohon, saya meminta, saya menyampaikan kepada mereka berdasarkan sumpah ikatan ukhuwah Islam yang suci, saya mengingatkan mereka dengan nama Allah yang agung, saya sampaikan kepada mereka peringatan akan bahaya besar, tetapi sedikit sekali orang yang mendengarkan. Beberapa orang jadi tersentuh hatinya dan menangis. Beberapa orang mengutuk aksi biadab orang Hindu. Beberapa orang membuktikan simpati mereka dengan menulis artikel tentang Kashmir di koran dan majalah. Beberapa mengorganisir aksi protes, atau konferensi solidaritas Kashmir, atau demonstrasi, membakar bendera India, mengibarkan bendera La ilaaha illa Allah, bertakbir dan memprotes, meneriakkan jihad, dan bernasyid. Tapi kesemua mereka setelah itu duduk diam. Merasa merasa telah cukup berjihad dan menunaikan kewajiban agama dan ukhuwah yang suci.



Tetapi musuh tetap membunuh bunda dan saudari kita muslimah Kashmir. Musuh tetap menghancurkan masjid-masjid dan membantai umat Islam. Kami mengucapkan rasa syukur dan terima kasih atas simpati yang dalam yang telah ditunjukkan oleh seluruh saudara kami warga Pakistan. Tetapi adakah cukup kesemua itu, dan apakah demikian yang diperintahkan Din kita? Kanak-kanak yatim kita membutuhkan lebih dari sekedar air mata simpati dan diskusi dalam konferensi untuk menolong nyawa mereka. Kaum tertindas, lembaran-lembaran Quran yang terbakar membutuhkan lebih dari sekedar demonstrasi atau ungkapan solidaritas atau aksi protes, agar mereka dapat kembali meraih kemerdekaan dan harga dirinya.



Maulana yang terhormat, dan saudaraku seiman! Apakah hukum agama kita dalam menghadapi kondisi sangat kritis ini? Pantaskah kita tetap berdiam di tempat kita? Pantaskah kita berkata, "Tunggu sebentar karena setiap amal ada aulawiyatnya, dan aulawiyat terikat dengan waqi'iyah dari tempat kita tinggal"? Atau kita berkata, "Kami memiliki kewajiban pula di negeri kami, dakwah, membina, dan ishlahul hukuma"? Atau kita berkata, "Tunggu dan bersabarlah kalian hingga nanti kami dapat menguasai negara di Pakistan, sehingga kami dapat mengirimkan pasukan kepada kalian"? Atau kita berkata, "Prioritas kami saat ini adalah memasuki dakwah parlemen dan pemilu distrik, tetapi kami insya Allah tidak pernah melupakan kalian"? Masihkah kita layak menyebut diri kita seorang muslim? Apakah ketetapan Islam atas kondisi dan masa seperti sekarang ini? Apakah hukum Islam yang berlaku menghadapi kondisi ini, atas diri kami dan seluruh umat Islam, atas diri kalian dan seluruh ummat Pakistan?



Pemuda Kashmir itu telah menyelesaikan kata-katanya, kata-kata yang telah membuat setiap hati terguncang, setiap perasaan iman tersentuh. Ruangan masjid yang besar itu dipenuhi dengan suara isak tangis. Di tiap-tiap sudut, orang-orang menangis, mengucapkan istirja kepada Allah, beristighfar dan memohon ampun, sebagian tidak sanggup menegakkan lagi kepala dan mukanya. Janggut, pipi, dan baju mereka basah oleh air mata. Sementara sang maulana pengkhutbah, menunduk sangat dalam. Ia menangis hingga terguncang dadanya. Berulang kali ia menggelengkan kepala sembari berdzikir, mengucapkan istirja, dan memohon ampun kepada Allah. Janggut dan bajunya basah oleh air mata.



Cukup lama isak tangis terdengar menggema di tiap sudut masjid. Tidak ada orang yang bicara. Hingga kemudian suara pemuda Kashmir kembali memecahkan keheningan, "Wahai Tuan sekalian! Jika Islam berhasil dihapuskan dari lembah Kashmir, maka penindasan yang sama akan berulang dan terjadi di Pakistan.



Ambisi orang-orang kafir Hindu tidak hanya terbatas pada Kashmir, tetapi mereka juga mengklaim bahwa Pakistan adalah bagian integral dari Pak Hindustan. Tuan maulana! Tidaklah kami sangsikan bahwa Islam adalah Din yang sempurna, syumul. Karena itu beritahukan kepada kami apa prosedur dan aturan Islam yang sejati yang harus kami lakukan untuk menjamin keselamatan dan perlindungan bagi Din yang sempurna ini beserta seluruh pengikutnya?"



Setelah sekian lama diam, sang maulana mulai menjawab dengan suara yang pelan, "Wahai anakku! Engkau telah membangkitkan emosi iman kami. Sungguh tidaklah diragukan, Islam telah mengatur secara jelas mengenai perintah Jihad ini, tetapi cinta kepada dunia, ambisi untuk hidup enak dan mewah, serta takut kematian telah melalaikan kita dari kewajiban yang penting ini.



Anak muda! Kenyataannya adalah kami belum mengalami langsung apa yang telah engkau alami. Kami hidup dalam suasana tenang dan damai, dalam kemewahan. Inilah mengapa hingga saat ini kami tidak pernah bisa benar-benar menyelami makna yang sejati dari Jihad itu. Kadang kami juga merasa bahwa Din Allah ini sedang diperhinakan, hukum Quran tidak ditegakkan, bahkan berada di bawah hukum yang lain. Di sini hukum Inggris lebih diterapkan ketimbang hukum Quran. Tetapi kita masih berfikir bahwa kehormatan kita masih terjaga, karena melihat kita masih dibolehkan shalat, berpuasa, dan berhajji.



Anak muda! Jihad hanya dapat dimengerti dengan benar oleh mereka yang menyaksikan dan mengalami langsung. Sementara kami hingga hari ini menyaksikan hanya dari kejauhan. Kita berkata, atau menulis, atau berdiskusi tentang jihad. Kita membicarakannya, di forum-forum, dalam lingkar-lingkar halaqoh, dalam demonstrasi. Kita menulis tentang jihad dalam buku, atau artikel, atau majalah. Tetapi mereka yang berbicara tentang jihad itu, berdiskusi tentang jihad itu, menulis dalam artikel atau buku, belum pernah mereka menembakkan satu butir pun peluru di jalan Allah, belum pernah menghabiskan barang sedetik ribath di parit jihad. Untuk menulis dengan pena, atau sekedar berkata, bukanlah suatu hal yang sulit. Tetapi seseorang yang menyaksikan anak perempuannya dinistakan di depan matanya, jika ia ditanya tentang apa kedudukan syariah dari jihad itu, tentu ia akan dapat menjawab dengan tepat.



Mata kita memang tidak buta. Tetapi kehidupan tenang dan damai yang melingkupi kita telah menumpulkan nurani.



Anakku! Saya juga mengakui bahwa tidak ada jalan yang sejati yang dapat mengembalikan kehormatan dan harga diri Din Islam dan umatnya, kecuali Jihad fi Sabilillah. Jika kita melalaikan kewajiban ini, maka musuh Islam akan leluasa menyebarkan kebathilan. Saya juga mengakui, di antara kewajiban ulama dan ahlul ilmi adalah menerangkan umat seluruhnya tentang faridlah ini, serta mendorong umat untuk melaksanakannya melalui kata-kata kita dan teladan nyata dari amal kita. Tapi hingga hari ini kami banyak melalaikannya, dengan berbagai alasan.



Beginilah kita, ketika orang kafir tengah menyerang dan menindas saudara kita di Bukhara dan Samarkand, para ulama Afghanistan masih saja sibuk memperdebatkan tentang definisi jihad, apakah fardlu kifayah atau fardlu 'ain, kondisi jihad, hukum syariah tentang jihad, dll. Ketika musuh menyerang dan menindas mereka, baru mereka mengerti apa arti jihad itu.



Anak muda! Semoga Allah membalasmu dengan pahala; karena engkau telah mengajarkan dan mengarahkan kami kepada jalan kemuliaan dan kemerdekaan. Dengan jalan ini kita berharap keridlaan Allah dan kecintaan rasulNya. Tanpa keraguan, kita menyatakan bahwa Rasulullah Muhammad saw adalah rasul pembawa damai, tetapi ia juga rasul yang menggenggam pedang dan panglima perang. Nabi kita maju ke medan perang, mengenakan baju besi dan menghunus senjata. Nabi kita juga memimpin langsung para shahabat di medan pertempuran. Jika masih ingin diakui sebagai pengikut nabi, maka kita juga harus meneladani jalan Beliau shallallahu'alaihi wasallam.



Wahai saudara-saudaraku warga Pakistan yang perwira! Sudah saatnya kita bersiap…. Persiapkanlah dengan segala kemampuanmu dari seluruh kekuatan… dan agar kita bersegera dan tidak menunda lagi. Kita akan berangkat ke Kashmir untuk melindungi dan menolong para ibunda kita dan saudara kita seiman. Dan kita akan mengorbankan seluruh milik kita hingga Allah ridla dan cinta. Insya Allah.



Ya Allah, tolonglah kami untuk memahami realitas, dan kewajiban kami atas Din dan ummah, tolonglah kami ya Allah, agar kami dapat menyerta dan melanjutkan perjuangan di JalanMu… Amin ya Rabbal 'alamin".





Maulana Mas'ud Azhar
Selengkapnya...

Minggu, 06 Februari 2011

doa

pernahkah kita berpikir mengapa kita berdoa?...apakah sebenarnya yang dimaksud doa?...

Doa adalah sebuah permintaan, harapan, dan rasa terima kasih kita kepada sang Khaliq ALLAH Swt...Seringkali doa tersebut kita lakukan saat kita merasa susah, tertindas, terluka,ataupun terlupakan... membuat doa yang kita ucapkan menjadi dengan sepenuh hati.Tetapi kerap kita lupa untuk melakukannya saat kita merasa senang, berhasil, ataupun tanpa sengaja mendapatkan keberuntungan.
Dalam berdoa seringkali kita ucapkan permintaan atau permohonan tentang suatu keadaan agar menjadi lebih baik dan segera terkabulkan sesuai dengan keinginan kita...dan sering kali juga kita merasa kecewa karena doa kita tidak pernah dikabulkan oleh Yang Maha Kuasa.
Tapi pernahkah kita berfikir, sesungguhnya kita yang sekarang adalah hasil dari sebuah doa orang tua, teman, ataupun orang lain dan bukan dari doa diri kita sendiri. Baik ataupun buruk hasil yang diterima oleh kita, jelas bahwa doa mereka lebih ikhlas dan diterima.

Tiga macam do'a dikabulkan tanpa diragukan lagi, yaitu doa

orang yang dizalimi, doa kedua orang tua, dan do'a seorang

musafir (yang berpergian untuk maksud dan tujuan baik). (HR.

Ahmad dan Abu Dawud)
Selengkapnya...

Sabtu, 05 Februari 2011

Filosofi yang menarik...

Filosofi Charles Schulz

Anda tdk perlu menjawab smua pertanyaan, bacalah dan dapatkan pesan berharga.
1. Nama 5 org terkaya didunia
2. Nama 5 pemenang tropy
3. Nama 5 miss america terakhir
4. Nama 5 org pemenang nobel
5. Name 5 org pemenang Academy Award
Intinya adalah, tidak ada seorangpun dr kita yg masih mengingatnya. Tepuk tangan telah sirna, penghargaan beralih.
Pencapaian telah dilupakan.
Ada kuis lain, lihatlah bagaimana anda mengerjakan yg ini :
1. Nama 5 guru yg telah membantu anda dlm perjalanan sukses anda disekolah
2. Nama 5 teman yg membantu anda dlm waktu sulit
3. Nama 5 org yg mengajarkan anda sesuatu yg berharga
4. Nama 5 org yg membuatmu merasa dihargai dan spesial.
5. Nama 5 org yg anda sangat menikmati waktu bersamanya.
Lebih mudah?
Pelajarannya : org2 yg membuat perbedaan didalam hidupmu bukanlah orang2 yg memenangkan penghargaan, tapi mereka adalah org2 yg peduli dan mengasihi anda dgn tulus.
Jadi, hargailah setiap saat yg anda miliki bersama org2 tersebut.
Karna waktu selalu berjalan dan kita tdk pernah tau apa yg akan terjadi ketika org2 tersebut dipindahkan Tuhan dr sisi kita.



Dari milis AirPutih
Selengkapnya...